Minggu, 10 Agustus 2008

LOST VILLAGE


Gambar diatas adalah foto rumahku disaat detik-detik sebelum terkena luapan lumpur lapindo


Kawan..!. Maaf ini bukan foto di pantai tapi ini adalah gambar realita rumahku nampak seperti pantai dibawah air itulah ada rumah yang sudah tenggelam lumpur lapindo
(Foto by Ebed Kadarusman)















Ini gambar aktivitas warga saat rumahnya hampir tenggelam, ya mengambil apa saja sisa puing-puing barangkali bisa dijual atau dipakai lagi kapan-kapan kalau sudah mau bikin rumah.
Kapan-kapan entah sampai kapan....?
KAWAN...! jangan ditertawakan ya... aku hanya mencoba berekspresi bebas melayang, ini aku kirimi posting bacaan cuplikan dari novelku... biar tidak boring alias biar tidak bosan gitu lho..
DESA YANG HILANG
Dimana kau mantan tetanggaku tinggal sekarang, kapan kita bisa bersenda gurau lagi, Pak Yuli (Pak RT yang slalu formal), Pak Afi yang berpenampilan rapi terus, Pak Sokip yang sedikit bicara, Pak Sis yang tak ketinggalan dengan nomor Togelnya, pak de Tarno yang slalu keliling seperti satpam, Dilah yang agak kurang percaya diri, Andre yang gayanya slalu terburu-buru, akankah kudapatkan tetangga semacam kalian semua pada suatu saat nanti jika aku punya rumah, aku sangat merindukannya saat-saat seperti dulu yaitu saat pulang bekerja kita bisa cangkrukan ditemani gigitan nyamuk-nyamuk, berbicara tentang apa saja melepaskan kelelahan mununggu jam malam sampai ngantuk tertidur di atas dipan reot. Suhadak mana celotehanmu yang slalu rungsep dan berputar soal yang tak jauh dari selangkangan. Wahai Rudi Wiryo si raja Dangdut dengan jogetan jurus bangaumu.

LIBURAN SEKOLAH ANAK KORBAN LAPINDO
Der....ciet....ciet!... klepek-klepek adalah suara senapanku tepat mengenai sasaran bidang tubuh tikus tergeletak di halaman taman dekat sampah yaitu tepatnya di mess tempat aku tinggal yang keadaannya lumayan kumuh, disinilah rutinitasku mengisi waktu yang sepi jauh dari anak dan istri menghabiskan waktu menunggu pagi. Krosak-krosak ... e e rupanya ada temannya lagi lewat sambil noleh kanan ke kiri seolah tak peduli kalau temannya lagi sekarat, buru-buru aku pompa lagi senapanku untuk aku tembakan ke tikus jahanam yang begitu banyak di messku, tiba-tiba terdengarlah suara yang begitu merdu “tertutup sudah pintu... pintu hatiku yang pernah dibuka waktu hanya untukmu, kini kau pergi dari hidupku kuharus relakanmu walau aku tak mau, berjuta warna pelangi di dalam hati....” rupanya bunyi ponsel dari istriku yang kupakai sebagai nada dering lagu kesukaanku, suara Agnes Monica yang merdu mendayu-ndayu. Ayah... anak kita baru terima raport tadi siang dan hasilnya naik kelas... (begitu ucap istriku dalam ponsel).... terus mulai besuk sudah libur selama 2 minggu terus gimana?.... Ok tunggu hari Sabtu akan ku jemput (tanpa pikir panjang aku menjawab).

Kutaruh senapanku untuk disimpan lagi ke sarangnya, dan aku berjalan agak gontai masuk ke kamar kecil untuk buang air besar sambil aku berpikir yang ditemani oleh rokok sialan sebagai canduku. Aaku harus mengajak anakku ke Surabaya tempatku (mess), harus..... dan harus! Karena inilah kesempatan bagiku bisa bertemu lebih lama dengan keluargaku (bisikku dalam hati), tapi...? tapi....? itu semua kan butuh biaya extra,,!, padahal saat ini kondisi finansialku lagi.... lagi bokek kawan begitu lho jelasnya. Urusan finansial bukanlah problem serius bagiku, bukankah sudah biasanya kondisi seperti ini menjadi makananku sehari-hari... ha..ha ..ha. Pokoknya liburan liburan kenaikan kelas anakku ini harus kubuat senang, karena sudah lama semenjak terjadi luapan lumpur lapindo itu belum pernah aku mengajak anakku untuk bisa berlibur. Oke Nak...? tenang nak kali ini ayah akan buat dirimu senang.

Aku bukanlah seorang ahli akuntan finansial yang baik yang segala sesuatunya harus sudah terencanakan dengan matang dengan biaya-biaya yang sudah dihitung dengan rapi teralokasikan, karena aku bukanlah orang yang berlebih sehingga bagiku memang sulit untuk bisa mengatur neraca keuangan yang detail dan relistis seperti pada orang-orang yang berlimpah. Aku tak pernah menghitung menyiapkan pos pengeluaran untuk biaya makan, entertainment, sodakoh atau pos cadangan luar biasa sakit misalnya. Beruntung ada dewa penolong kartu kredit (credit card) yang bisa setiap saat digeredek dalam kondisi yang urgent bisa dipakai, selamat menikmati liburan ujar kartu kredit. Terima kasih kartu kredit karenamu aku bisa liburan bersama anak-anaku... tunggu gajian ya aku akan melunasimu tapi yaitu akan aku cicil ha...ha..ha.

Pagi itu hari Minggu udara sejuk sekali, cuaca cerah matahari dari ufuk timur tersenyum seolah-olah tak sabar menyambut kedatanganku menikmati liburan bersama sekeluarga dengan sebuah travel Surya jurusan Yogya – Surabaya. Sekedar kilas balik untuk diketahui kawan bahwa semenjak rumahku tenggelam oleh lumpur, aku dan keluarga termasuk anak-anakku yang kebetulan salah satu dari sekian ribu korban lapindo mencoba menikmati liburan. Kebetulan anak-anak dan istriku pada saat terjadinya luapan lumpur lapindo aku ungsikan kembali ke kampung di Yogyakarta.

PELAJARAN PERTAMA AWAL KENAIKAN KELAS
Guru kelas II memulai pelajaran dengan memberikan tugas kepada anak didiknya untuk membuat suatu cerita tentang liburan sekolah, bukan maksud untuk menyombongkan karya tulis anakku yang masih baru naik kelas II SD dalam waktu 2 jam pelajaran mengarang menceritakan waktu liburan anakku bisa menulis sampai 4 lembar dan mendapatkan nilai 10.Aku berpikir nilai 10 yang diberikan oleh gurunya kepada anakku Javier Bayu Segara, adalah suatu nilai yang membuat penasaran aku untuk membaca seberapa dahsyat isi dari karya tersebut. Ada bait yang ternyata cukup menggugah hati bagiku setelah membaca tulisan tersebut, yang bunyinya "aku juga mampir ke rumahku di tanggulangin tetapi rumahku sudah tidak ada sudah tenggelam terkena lumpur dan hatiku merasa sedih sekali"

Para pembaca dan pengambil kebijakan yang terhormat:dari cuplikan karya tulis seorang anak kecil yang baru naik kelas II SD (SD Muhammadiyah KlecoYogyakarta)tersebut adalah suatu ungkapan kepolosan dari anak kecil yang tidak tahu apa-apa, ada apa dengan rumahku, tahunya hanya tenggelam oleh lumpur, dia tidak tahu sebab-musabab mengapa itu terjadi oh mengapa rumahku oh mengapa rumahku. Dan menjadi pekerjaan besar buatku semenjak aku ajak liburan anakku mampir ke rumahnya yang sudah hilang, dalam hatiku berbisik ... Nak...? aku ajak kau liburan ini menyenangkan atau membuat kau merana?, sungguh aku tak tau apa yang ada dalam benakmu ..nak?..

Pada hari kira-kira sebulan berikutnya terdapat giliran mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial(IPS), dimana anak-anak SD kelas II tempat anakku sekolah pada mata pelajaran IPS tersebut diperkenalkan dengan apa itu namanya KTP, SIM, Surat pajak rumah dan sebagainya kira-kira yang berhubungan dengan administrasi negara sesuai cakupan pada kurikulum yang harus dimengerti sampai scope dimana komptensi yang harus diajarkan oleh guru kelas II SD tersebut pada anak didiknya. Singkat cerita guru pada SD tersebut telah memberikan pelajarannya yang selanjutnya adalah evaluasi hasil pelajaran yang diberikan guru kepada muridnya. Bu guru berkata kira-kira demikian: “Ayo anak-anak!.. Ibu telah menjelaskan kepada kalian mata pelajaran IPS yaitu tentang perkenalan hal-hal sebagian mengenai surat-surat administasi negara (kata buguru menghadap ke anak-anak sambil pegangan sebutir kapur). Dan sekarang waktu tinggal 10 menit giliran ibu yang akan memberikan tugas kepada kalian. Selanjutnya anak anak satu kelas dengan serentak menjawab “ya bu guru”. Dan bu guru melanjutkan maksud tugas yang diberikan. “Begini anak-anak coba tuliskan dengan lengkap dimana alamat rumahmu?... Dan kalau sudah selesai segera dikumpulkan ke bu guru! Langsung anak-anak itu dengan sigapnya mengambil buku dan pensil untuk segera menulis tugas yang diberikan bu gurunya, sampai akhirnya bel berbunyi pertanda jam pelajaran sudah selesai tugas anak-anak itupun sudah dikumpulkan dan ketua kelasnya pun memimpin berdo’a sebelum pulang.

Adalah aku harus terjerumus, terhempas pada rutinitas yang menjemukan kalau tidak terikat tanggung jawab keluarga, kangen sama keluarga harus kujalani yaitu tepatnya hari Sabtu seperti biasanya kira-kira 2-3 minggu sekali aku harus pulang dari tempat kerjaku di Surabaya menuju ke Yogya (tepatnya tempat mertuaku yaitu tempat dimana anak-anaku dan istriku mengungi). Sampai Yogya (rumah mertuaku) kira-kira pukul 21.00 seperti biasanya kudapati anak-anakku sudah tertidur pulas, rasa terharu dan bahagia ketika melihat anak-anakku yang lucu tidur dan dalam batinku sempat menggerutu harusnya aku bisa melihat kalian anak-anakku tiap hari bersenda gurau melihat ketawamu yang lucu, tangismu yang membuatku kangen dan tentangmu semua itu membuat aku kangen, ah ini semua gara-gara lumpur lapin..... ah nggak tahulah bisikan hatiku melemah.

Pukul 22.00 setelah aku mandi dan makan malam waktunya rileks setelah pulang kerja dan menempuh perjalanan kira-kira 8 jam aku santai dan aku panggil istriku “Ping coba hasil pelajaran anak kita dibawa kesini!... aku pingin lihat! (Ping adalah cara aku memanggil istriku). Aku periksa satu persatu nilai mata pelajaran anakku dengan teliti dan alhamdulillah aku cukup bangga dan puas dengan nilai anakku. Ada satu mata pelajaran yang harus kubaca berulang-ulang yang membuat aku terperangah dimana alamat rumahmu?... Ditulis anakku dengan lengkap di Perumahan Blok F3 no. 28 Tanggulangin Sidoarjo. Hatiku remuk, pikirku melayang dan jiwaku resah memikirkan ada apa dengan anakku, apa yang ada dalam benaknya? kau masih anak kecil anakku, apa yang ingin kau katakan pada ayahmu ini,... kenapa kau tulis alamat rumahmu dengan sebutan Tanggulangin, rumahmu sudah tidak ada nak!... rumahmu sekarang ini bukan tanggulangin lagi!.... tapi itu nak jadi tanggul lumpur..... Kenapa tidak kau tulis rumahmu yang di Yogya rumah eyangmu kan juga rumah kamu juga “bisikan dalam hatiku menggerutu” (rupanya anakku tahu kalau dia tinggal sekarang di rumah eyangnya tak lebih dari sekedar numpang ngungi dan tidak mau mengakui miliknya karena bukan haknya), Kawan kudapatkan pelajaran moral yang berharga dari anakku mengenai hak-hak orang lain tidak boleh semena-mena diambil (tapi kenapa luapan lumpur seolah tak peduli membambat habis tanpa pandang bulu,, ah!... hatiku berguncang seolah tidak bisa menerima ini semua dan nalarku tak menjangkau jika mikirin itu).,,,,,,,
Aku ambil sebatang rokok sambil kunyalakan menghisap nikmatnya si laknat rokok itu, terus pikirku menerawang jauh ke gelapnya malam yang mendesir-ndesir, hembusan anginpun terasa menyentuh lewat sela-sela daun pintu, burung perkutut sampingku (rumah buyutku) ikut manggung seolah tahu tentang kerisauan hatiku dan ingin mengajakku bercurah hati sambil menasehati sabar yo mas Tyo tabahkan hatimu pada kesabaran ya mas, yakinlah kesabaran itu menguntungkan. Kembalilah ke masa kecilmu dimana sejak kau dilahirkan apakah kau pernah memilih dilahirkan dimana kau akan dilahirkan di Yogya, di Malang, di Jakarta, di Bandung atau di Surabaya, jawabnya tidak bukan? Sama seperti rumahmu apakah kau pernah merancang punya rumah di Tanggulangin?,... tidak bukan...? semua mengalir begitu saja dan pada akhirnya rumahmu hilang juga tidak kau rencanakan bukan...?, semua itu mengalir saja yang terpenting sekarang terus berikhtiar jangan sampai putus asa karena seburuk-buruk makluk adalah yang putus asa dan frustasi, sekarang coba renungkan nasehatku “kemarin kamu adalah sebuah boneka di tangan Takdir. Tetapi hari ini Takdir telah siuman dari mabuknya hingga dapat bermain tertawa serta berjalan bersama kamu. Kamu tidak mengikutinya tapi ia mengikuti kamu (begitu kira-kira nasehat burung perkutut yang diambilnya dari penyair Kahlil Gibran).

Sebatang rokok telah habis dan aku bangkit dari lamunan tempat dudukku dan aku melirik anakku masih tertidur pulas dan mungkin bermimpi indah atau mimpi bertanya sama ayahnya dengan bertanya kapan yah kita punya rumah lagi, aku pingin punya kamar sendiri, aku pingin tempat belajar sendiri, aku pingin tempat sholat sendiri biar aku tidak merepotkan eyangku disini. Dan aku jawab dalam mimpiku juga ya anakku..., kita akan punya rumah di atas awang-awang....,, nanti akan kita tanami dengan hiasan tumbuhan warna warni yang indah, kita akan pelihara burung berkicau, jika pagi kita bisa menyirami tanaman-tanaman itu dan membersihkan kotoran burung sambil menggodanya dengan siulan dan akan aku buat ruang khusus untuk muji mengahadap Sang Gusti,.. anganku jadi melambung teringat waktu sebelum kena luapan lumpur sialan itu. Sabar ya nak...?, sabar dulu, ayah akan menabung dan syukur-syukur kalau dapat ganti rumah dari lapin..... tapi.....? jadi agak sewot aku,... yang penting berdo’a ya nak.

Barangkali aku merasa kecewa dengan nasib hidupku, aku marah sama nasib, aku merasa Tuhan tidak adil, aku telah dipecundangi oleh Tuhan, Tuhan telah mempermainkanku atau apakah Tuhan masih mengujiku, tubuhku lunglai hatiku remuk, semangatku runtuh, hatiku kacau berantakan berkecamuk tidak karuan, mana janjiMu Tuhan, aku telah berusaha, aku telah berdo’a tapi mana hasilnya, jangan dikira aku tidak bisa marah sama nasib, aku akan melakukan semua untuk mengubah nasib, semua pokoknya semuuuua, biar Kamu puas Nasib, . Pertanyaan itulah yang terus memberondongku, kesabaranku habis, pada titik puncaknya akhirnya aku menyerah, selanjutnya dalam hatiku berbisik dari pada berpikir jelek yang tidak-tidak tentang Tuhan adalah berdosa mendingan aku menyerah dan menyerah sajalah, entah rencana apalagi yang akan Kau berikan padaku oh Tuhan, terserah ..... terserah Kau Tuhan, apalah artinya aku Tuhan, aku hanya hambaMu yang nyawa dan ubun-ubunku dalam genggamanmu, Cuma satu setitik harapanku dengan kerendahan hatiku, tolong lemparkan aku dalam genggaman kasih sayangMu.

OKE…. KONCO-KONCO LAN DULURKU KABEH SING LAGI BERJUANG MENJALANI HIDUP, AKHIR KATA,….. WAKTU BEGITU SINGKAT, MATI BEGITU DEKAT, NAFSU BEGITU BESAR, LIDAH BEGITU TAJAM, IKHLAS BEGITU SULIT, BERBUAT DOSA BEGITU MUDAH, SALING MEMAAFKAN BEGITU INDAH. LEWAT POSTINGAN IKI AKUNJALUK SEPORO SING AKEH YO.

Sabtu, 4 Oktober 2008
Salam dariku
Sulistyono
(Perum TAS Blok F3 no. 28)
Tanggulangin Sidoarjo